Sunday, July 14, 2013

Crooked House

Judul: Crooked House
Pengarang: Agatha Christie
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2002
Jumlah Halaman: 288
Rating: ★★★★


Charles tidak menyangka bahwa rencananya untuk menikahi Sophia sepulang dari perang harus ditunda karena peristiwa yang tidak menyenangkan. Hanya sedikit yang dia ketahui tentang wanita itu, dia pintar dan tinggal di rumah bobrok. Ketika berada di rumahnya di London, alangkah terkejutnya dia sewaktu membaca berita:

"Tanggal 19 September, Three Gables, Swinly Dean, telah meninggal dunia, Aristide Leonides, suami tercinta dari Brenda Leonides, dalam usia delapan puluh delapan tahun."

Aristide Leonides adalah seorang pengusaha tua yang kaya raya dan bertangan licin. Dia tinggal satu atap dengan seorang istri, dua anak laki-laki, dua anak ipar, tiga cucu, dan satu adik ipar. Kebutuhan mereka semuanya dipenuhi tanpa masalah. Aristide jauh dari kata kikir! Tidak ada alasan bagi siapapun di rumah bobrok itu untuk membunuhnya. Bahkan para pelayan pun akan lebih untung jika Aristide hidup seribu tahun lagi.

Dua sisi sari sebuah pertanyaan -- dua pandangan yang berbeda -- manakah sisi yang benar...

Tampaknya semua keluarga Leonides mencurigai Brenda, istri kedua Aristide. Pernikahan mereka tidak disetujui oleh anak-anaknya, tapi toh tidak ada yang protes. Brenda terus menyangkal bahwa dia pelakunya, dia pun menyangkal adanya hubungan gelap dengan sang guru. Kejadian yang tidak enak ini dilanjutkan oleh hilangnya surat wasiat. Padahal semua orang di rumah ada di saat ayah mereka menyampaikan isi surat wasiat dan menandatanganinya.

Apakah Brenda benar-benar membunuh pria yang menyelamatkan hidupnya dari kesengsaraan? Apakah dia serakus itu sehingga mencuri surat wasiat?


Kasus yang satu ini adalah kasus favorit saya dari sekian banyak kasus yamg ditulis oleh Agatha Christie. Crooked House, yang diterjemahkan sebagai Catatan Josephine, adalah suatu kasus tanpa kehadiran detektif kecil Belgia yang bernama Hercule Poirot. Kasus ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Charles. Karena kasus ini diselesaikan oleh orang awam dan polisi, maka di bagian awal banyak sekali kemungkinan-kemungkinan yang diungkapkan. Berbeda dengan kasus yang melibatkan detektif yang penjelasannya berada di bagian akhir. Meski begitu, saya tetap menikmati saja karena pendapat mereka tidak jauh dengan pendapat awal saya sebagai pembaca.

Setelah saya selesai membaca bukunya, saya sangat terkejut! Pelakunya benar-benar diluar dugaan. Sophia pernah berkata kepada Charles bahwa orang-orang di rumahnya adalah orang-orang kejam. Sewaktu Charles mengikuti Inspektur Taverner menginterogasi masing-masing orang, terbukti adanya kekejaman pada setiap jiwa--dengan caranya sendiri. Yang saya suka dari tulisan Agatha adalah caranya mendeskripsikan karakter tokoh-tokohnya, begitu rinci dan kuat. Namun, saya sangat tidak suka adalah terjemahan judulnya. Kenapa harus Catatan Josephine? Kenapa tidak Misteri Rumah Bobrok? Atau apalah yang penting jangan menyebut Josephine. Dengan disebutnya salah satu nama dari keluarga besar Leonides, pembaca akam terfokus dengan tokoh itu. Apalagi tokoh tersebut awalnya dikesampingkan.

Dengan kegemarannya mengetahui urusan orang lain, barangkali Josephine telah menemukan suatu kenyataan, yang informasinya perlu diketahui lebih lanjut dan belum berhasil didapatkannya.

Saya ingat salah satu teman saya pernah bilang, "Penulis cerita detektif itu kurang kerjaan. Kayak bikin rumah bagus sendiri, sudah susah buatnya, eh dihancurin sendiri." Ya mungkin ada keasyikan tersendiri buat penulisnya. Mungkin seperti perasaan seorang anak kecil yang punya mainan terbaru yang belum pernah dicoba sama teman-temannya ;) Yang saya sering tangkap dari kasus-kasus Agatha adalah keterlibatan harta warisan! Mungkin dulu banyak kriminalitas akibat perebutan hak waris ya.

Review ini diikutsertakan dalam challenge Novel Tanpa Huruf A

1 komentar:

  1. Aku udah baca ulang buku ini sampai 3x ... kurang kerjaan emang, tapi emang ceritanya bagus. Endingnya itu yang bikin nyes ....

    Agatha menganggap buku ini sebagai karya terbaiknya. Tapi sebagai pembaca aku kurang setuju. AKu sudah terbiasa dengan kehadiran Mr. Poirot atau Miss Marple dalam novel karangan Agatha. Kalau kedua tokoh itu memecahkan kasus, mereka akan mengumpulkan para tersangka dan mengutarakan analisisnya. Disitu yang bikin reaksi kita campur aduk. jadi pas baca buku ini rasanya ada yang berbeda dan merasa kehilangan *cieee* hehe ... Apalagi endingnya itu dijelaskan oleh surat serta catatan josephine, karena gak ada satupun yang bisa memecahkan kasus ini.

    kalau untuk judul aku suka "catatan josephine" karena inti dari cerita ini berpusat pada catatan yang di tulis anak kecil tersebut. Dimana dia menumpahkan semua rahasianya, termasuk tentang si pelaku. Tapi yah tiap orang kan punya pendapat masing-masing ya, lebih bagus gak usah di ganti dari judul asli hehe ...

    ReplyDelete